Minggu, 01 November 2009
Amandel, Perlukah dibuang?
* Kosa kata “amandel” rasanya sudah akrab di telinga. Begitu pula dengan istilah “operasi” amandel. Namun, seberapa jauh pemahaman kita tentang amandel dan operasi pengangkatannya.
“Belakangan ini anak saya sering demam akibat pembesaran amandelnya. Apa amndelnya perlu diangkat, Dok?” tanya seorang ibu yang memeriksakan penyakit amandel anak laki-lakinya kepada seorang dokter ahli THT (Telinga Hidung tenggorokan).
Tnetu saja, dokter tidak bisa gegabah menentukan apakah amandel si anak akan diangkat atau tidak. Keadaannya pasti akan dilihat dulu, apakah sudah terjadi infeksi kronis, sudah mulai mengganggu jalan saluran napas, atau bahkan sudah sampai mengganggu pencernaan bagian atas.
Organ sekecil apapun pastilah ada manfaatnya. Karena itu, diangkat atau tidaknya perlu dilihat kasus per kasus. Amandel, yang sebenarnya sebutan awam, bagi tonsilla palatina (tonsil), punya peran di dalam tubuh (disebut amandel karena bentuknya mirip buah amandel). Amandel merupakan salah satu jaringan limfoid di daerah faring. Fungsi jaringan yang letaknya di bagian belakang rongga mulut itu memproduksi sel-sel limfosit (salah satu jenis sel darah putih).
Organ ini, juga berperan penting dalam tahap-tahap awal kehidupan untuk melawan infeksi selaput lendir nasofaring (di belakang rongga hidung) dari udara pernapasan sebelum masuk ke saluran napas bagian bawah. Dari penelitian juga diketahui, tonsil dapat memperoduksi antibodi yang berperan dalam memproduksi Imunoglobulin A. Antibodi inilah yang membuat jaringan lokal tahan terhadap kuman penyakit. Dapat dikatakan, amandel menjadi benteng pertahanan terdepan yang menangkis serangan kuman penyakit yang masuk lewat pernapasan.
Berada di tengah struktur telinga, hidung, dan tenggorokan, tonsil sebenarnya terdiri atas tiga pasang. Pasangan pertama, tonsil faringealis, terletak pada dinding belakang saluran napas bagian atas atau faring dan di belakang hidung. Kedua, tonsil palatina pada sisi kiri dan kanan –pada lengkungan antara anak lidah dan dasar mulut (amandel). Pasangan ketiga, tonsil lingualis (tonsil lidah) yang letaknya di permukaan atas pangkal lidah.
Karena letaknya yang strategis, yaitu pada pintu masuk saluran napas dan makanan maka fungsi utama tonsil ialah menghancurkan mikroorganisme yang masuk di pintu atas sistem pernapasan dan pencernaan. Tonsil-tonsil itu membentuk lingkaran pertahanan yang saling dihubungkan oleh garis khayal yang disebut cincin Waldeyer.
Benteng pertahanan terdepan
* Tonsil alias amandel dapat mengalami berbagai macam gangguan, antara lain yang disebut dengan penyakit amandel atau peradangan tonsil. Peradangan ini bisa bersifat akut atau kronis.
Peradangan tonsil kebanyakan memang diderita oleh anak-anak, meski bisa pula terjadi pada orang dewasa muda. Penyebab radang bisa bermacam-macam. Bisa karena virus, jamur, atau berbagai macam bakteri seperti streptokokus, difteri, sifilis, tuberkulosa, dan lainnya.
Peradangan akut umumnya dimulai dengan demam tinggi (mungkin sampai menggigil), khususnya pada anak-anak. Dibarengi pula dengan tenggorokan yang terasa seperti terbakar serta nyeri menetap di belakang rongga mulut. Sewaktu menelan, nyeri bisa terasa sampai ke bagian telinga diikuti lagi nyeri kepala, lidah terasa tebal dan terjadi pembengkakan, serta rasa nyeri bila kelenjar getah bening di bawah dagu ditekan. Bila mulut penderita dibuka, akan tampak tonsil dan daerah sekitarnya -termasuk dinding belakang rongga mulut- berwarna sangat merah dan bengkak.
Berbagai penyebab yang berlainan itu mengakibatkan gejala radang tonsil yang berbeda-beda pula. Namun, dengan pengobatan yang tepat sesuai penyebabnya, radang akut biasanya dapat disembuhkan. Misalnya, kalau penyebabnyabakteri, radang amandel ditangani dengan pemebrian antibiotika. Bila gara-gara jamur, radang diatasi denagn obat antijamur. Sedangkan untuk gangguan tonsil karena tumor jinak ataupun gans, diperlukan penanganan tersendiri.
Kalau peradangannya bersifat kronis, tonsil akan membesar (hipertrofi) atau menciut (atrofi). Karena proses radang yang berulang, lapisan epitel selaput lendir akan terkikis sehingga jaringan limfoid terkikis pula. Pada proses penyembuhan, jaringan limfoid itu akan digantikan oleh jaringan parut, sehingga fungsinya pun mengalami gangguan. Tonsil akan terlihat membesar dengan permukaan tidak rata, terbentuk alur-alur melebar paa permukaan.
Penderita tonsilitis (radang tonsil) kronis biasanya akan merasakan ada sesuatu yang menyekat tenggorokannya, terkadang tenggorokannya terasa kering, dan napasnya berabu. Rasa nyeri pada tenggorokan bisa sering berulang. Yang dikhawatirkan apabila tonsil yang membesar itu sampai mengganggu jalan napas. Hal itu menyebabkan sesak napas sehingga penderita akan mendengkur ketika tidur.
Pada gilirannya penyempitan jalan napas itu bisa mengganggu konsentrasi anak karena kurangnya suplai oksigen ke otak. Anak menjadi tampak malas belajar dan cepat mengantuk. Makanya, anak yang menderita radang amandel sering dianggap sebagai bodoh. Padahal gangguan terhadap amandel itu penyebabnya –bukan karena terjadi penurunan kecerdasan.
Pembengkakan kronis dapat diatasi dulu dengan pengobatan lokal. Misalnya, dengan antibiotika agar mulut selalu terjaga kebersihannya. Kalau setelah dikonsultasikan kemudian dokter menyarankan agar amandel sebaiknya dibuang, kita ikuti saja. Sebab, jalan satu-satunya untuk mengatasi hal itu memang dengan melakukan operasi tonsilektomi (radikal). Operasi itu sudah barang tentu dilakukan setelah infeksinya reda.
Apabila tidak diangkat peradangan tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya atau organ tubuh lain yang letaknya jauh melalui aliran darah atau getah bening. Komplikasi ke daerah sekitar tonsil biasanya berupa pembentukan abses (pembengkakan berisi nanah), rhinitis kronis (peradangan hidung menahun), sinusitis, atau otitis media (biasa dikenal dengan congek). Komplikasi ke organ tubuh yang jauh misalnya endokarditis (radang pada katup jantung), artritis (radang sendi), radang otot, radang ginjal, dermatitis (radang pada kulit), gatal-gatal, urtikaria (biduran), dan sebagainya.
Melalui buku “Otolaryngology, Head and Neck Surgery”, Paparella dan Shumrick menjelaskan tonsilektomi (pengangkatan tonsil) harus dilakukan bila:
* Terjadi radang tonsil akut berulang, lebih dari tiga kali setahun
* Setelah terjadinya komplikasi berupa abses di daerah sekitar tonsil
* Penderita merupakan karier atau pembawa penyakit difteri
* Tonsilitis menyebabkan kejang demam
* Pembesaran tonsil mengakibatkan sumbatan jalan napas (gejala mendengkur) atau adanya gangguan menelan.
Operasi pengangkatan juga perlu dilakukan bila terdapat tonsil yang membesar atau terdapat sisa-sisa sel radang diantara lekukan-lekukannya (debris), terjadi infeksi hidung kronis, infeksi saluran napas berulang, serta timbul penyakit sistemik yang diakibatkan oleh infeksi bakteri streptokkokus beta hemolitikus (misalnya penyakit katup jantung).
Bius lokal atau total
* Operasi amandel dapat dilakukan dengan pembiusan umum ataupun lokal. Tentu saja, pembiusan lokal membutuhkan biaya lebih murah dibandingkan pembiusan umum, sebab tidak digunakan obat anestesi yang beraneka ragam. Juga risiko yang mungkin terjadi nyaris tidak ada.
Namun, kalau memilih pembiusan lokal, diperlukan kerjasama sepenuhnya dengan penderita selama operasi berlangsung. Pada umumnya anak-anak yang ketakutan akan banyak melakukan gerakan. Jadi pembiusan lokal sulit dilakukan pada mereka.
Pada pembiusan umum atau total penderita tidak sadar selama operasi berlangsung, dan saat sadar operasi sudah selesai. Risiko anestesi total antara lain: reaksi alergi terhadap obat anestesi yang tidak dapat diketahui sebelumnya, kecuali penderita pernah mengalami sebelumnya.
Setelah operasi pun masih diperlukan kerjasama denga penderita agar tidak terjadi perdarahan. Penderita disarnkan untuk tidak banyak berbicara atau meludah. Diet dilakukan bertahap, mulai dengan pemberian makanan cair (tidak diperkenankan langsung menyantap makanan keras). Pemberian es atau es krim pada anak acap kali dilakukan untuk membantu mencegah terjadinya perdarahan. Pada anak-anak, operasi sering ditunda sampai anak berusia enam tahun (kecuali kalau tidak dapat ditunda lagi). Pertimbangannya, pada usia itu anak sudah dapat diberi pengertian tentang perawatan pasca operasi.
Pembesaran tonsil atau penyakit amandel memang tidak mutlak diatasi dengan pengangaktan, harus dilihat kasus per kasus. Sebab, organ tubuh sekecil apa pun pasti ada manfaatnya. Namun, kalau tidak dapat dipertahankan lagi, apa boleh buat, daripada kesehatan kita ikut terganggu gara-gara “si buah amandel”. (Dr. Rini Febrianti, di Bandung/Intisari)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat membantu saya dalam pengembangan diri secara mental & intelektual,oleh karena itu saya mohon kritik & sarannya......