Rabu, 09 September 2009
Awet Muda dengan Buah dan Sayur
Minum jus buah setiap hari? Mengapa tidak? Enak dan segar! Kalau sayur? Ih, langu.... Masyarakat kita memang lebih mementingkan ”rasa” daripada ”manfaat” makan. Padahal kalau tahu manfaat buah dan sayur, mungkin persepsi dan pola makan kita akan berubah.
Selama ini buah dan sayur dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral sehingga disarankan untuk selalu ada dalam menu pangan sehari-hari.
Dalam anjuran makan ”empat sehat lima sempurna”, ada buah dan sayur, selain makanan pokok dan lauk-pauk. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya sudah mengetahui pentingnya buah dan sayur, tetapi kenyataannya, menu makan sehari-hari orang Indonesia lebih didominasi oleh karbohidrat dan sangat sedikit buah dan sayur.
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan di negara-negara maju akhir-akhir ini, buah dan sayur banyak dikaitkan dengan kemampuannya untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit degeneratif.
Hal ini karena, selain sebagai sumber vitamin dan mineral, buah dan sayur juga merupakan sumber serat pangan serta kaya akan antioksidan, khususnya dari golongan flavonoid.
Flavonoid—menurut Robinson dalam bukunya Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi—adalah suatu senyawa yang kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C (cincin benzena tersubstitusi) yang dihubungkan oleh 3 karbon. Flavonoid ini banyak terdapat dalam tanaman, dan lebih dari 4.000 jenis sudah teridentifikasi. Dalam tanaman itu sendiri, flavonoid mempunyai aneka fungsi, seperti untuk menarik serangga yang membantu penyerbukan, membantu fotosintesis, antimikrobia, dan antivirus.
Beberapa contoh dari flavonoid yang sudah diketahui bermanfaat untuk manusia adalah isoflavon yang terdapat dalam kedelai, katekin yang terdapat dalam teh, dan antosianin yang terdapat dalam buah duwet dan anggur merah.
Absorbsi Flavonoid
Secara in vitro (dalam tabung reaksi), aktivitas antioksidan yang kuat dari berbagai flavonoid sudah terbukti, tetapi secara in vivo (dalam tubuh makhluk hidup) baru sedikit data.
Keberadaan flavonoid dalam makanan sebelumnya dianggap tidak bermanfaat karena kebanyakan flavonoid dalam tanaman, kecuali katekin, terikat dengan gula sebagai glikosida.
Glikosida ini dianggap tidak bisa diserap karena molekulnya besar. Namun, kemudian banyak bukti menunjukkan bahwa flavonoid glikosida mudah diserap oleh manusia dan tikus percobaan tanpa perlu dihidrolisis terlebih dahulu.
Beberapa penelitian yang menunjang pendapat ini antara lain, pada 36 manusia tidak merokok yang sehat terlihat bahwa peningkatan konsumsi buah dan sayur dari 5 porsi/hari menjadi 10 porsi/hari menghasilkan peningkatan kapasitas antioksidan plasma secara nyata. Peningkatan kapasitas antioksidan dalam plasma atau polifenol total pada plasma manusia juga terjadi setelah mengonsumsi red wine dan sari buah anggur.
Fenomena pertama bahwa flavonoid bisa berfungsi sebagai perlindungan terhadap penyakit jantung dikemukakan tahun 1979 dalam suatu penelitian yang menggunakan data dari 17 negara. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan terbalik antara kematian akibat penyakit jantung koroner dan kebiasaan minum anggur.
Fenomena ini dikenal sebagai French Paradox. Orang Perancis yang mempunyai kebiasaan minum anggur merah sesudah makan tidak banyak terserang penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang Amerika Utara pada kondisi kesehatan yang sama (kadar kolesterol serum, konsumsi lemak jenuh, tekanan darah, kesukaan merokok). Saat itu baru dapat dihipotesiskan, konsumsi anggur yang lebih banyak pada orang Perancis-lah yang menjadi penyebab ketahanannya terhadap penyakit jantung. Kemudian diketahui bahwa anggur merah banyak mengandung flavonoid, yang mempunyai efek perlindungan terhadap penyakit jantung koroner.
Selain itu, dari studi selama lima tahun terhadap pria usia lanjut di Belanda, diketahui bahwa konsumsi teh, bawang merah, dan apel dapat menurunkan kematian akibat penyakit jantung. Studi lain di Finlandia dan Amerika Serikat menunjukkan hasil yang mirip; juga terhadap 552 responden lain di Belanda; terlihat bahwa konsumsi teh hitam mengakibatkan penurunan risiko stroke, sedangkan konsumsi vitamin C dan vitamin E saja tidak mengakibatkan penurunan risiko stroke.
Flavonoid juga dapat mengurangi risiko kematian hewan percobaan akibat diabetes. Pada tikus yang diberi flavonoid lemon terlihat ada penurunan ”nilai TBARS” (satuan untuk oksidasi lipid) pada hati, ginjal, dan serum darah dibandingkan dengan tikus diabetes yang tidak diberi flavonoid. Flavonoid lemon dalam hal ini memengaruhi penekanan oksidasi lipid pada hati, ginjal, dan serum.
Institut Kanker Nasional Amerika Serikat bahkan sudah menganjurkan untuk mengonsumsi setidaknya lima porsi buah dan sayur/hari. Satu porsi adalah satu kali saji, misalnya, untuk apel dan jeruk satu buah ukuran medium (154 gram), sedangkan untuk anggur setengah cangkir (138 gram).
Nah, ... mari kita ramai-ramai mengonsumsi jus buah dan sayur, dan mengganti snack dan camilan dengan buah dan sayur. Niscaya kita akan hidup lebih sehat dan terbebas dari risiko berbagai penyakit degeneratif. Semoga!
DR LYDIA NINAN LESTARIO, MS Doktor di Bidang Ilmu Panganserta Dosen di Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda sangat membantu saya dalam pengembangan diri secara mental & intelektual,oleh karena itu saya mohon kritik & sarannya......